Sultra, cerdas com - Masa kepemimpinan Pak Bahlil Lahadalia menjadi Menteri Esdm RI yang baru bisa dikatakan sebagai masa dimana banyak terjadi reformasi internal baik secara struktural maupun regulasi di dalam kementerian yang dipimpinnya.
Secara struktural kementerian esdm baru saja melantik sejumlah pejabat penting dalam tubuh kementerian yang dipimpin menteri kelahiran Maluku tersebut, dimana pejabat-pejabat yang dilantik merupakan wajah-wajah segar dan tergolong kekuatan muda dan baru yang dianggap oleh Pak bahlil mampu membantu dalam membuat kementerian yang dipimpinnya mendapat kepercayaan publik dalam hal menangani persoalan
energi dan sumber daya di Indonesia.
Tidak hanya di sisi struktural, tapi juga dalam hal perubahan regulasi dalam kementerian esdm telah dilakukan melalui inisiatif dari DPR RI, baru-baru ini media nasional telah memberitakan sejumlah respon masyarakat terkait revisi UU Minerba diantaranya pasal 51A dimana WIUP Mineral dan Batubara dapat diberikan kepada Perguruan Tinggi dengan cara prioritas.
Usulan perubahan tersebut mendapat respon berbeda-beda, namun didominasi respon negatif di mata masyarakat dikarnakan perubahan ini dianggap terlalu tergesa-gesa dan dilakukan seolah sembunyi-sembunyi, minim partisipasi publik, potensi menambah kerusakan lingkungan dan ada juga yang
menganggap ini adalah bentuk bagi-bagi jatah untuk kaum elite juga penyusunan nya disebut dilakukan hanya dalam waktu yang sangat singkat.
Padahal belum lama ini Pak Jokowi saat masih menjadi Presiden menerbitkan peraturan pemerintah tentang pemberian izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Lewat aturan ini, Jokowi melalui kementerian ESDM mengatur izin tambang kepada ormas keagamaan. PP Nomor 25 Tahun 2024 ini ditetapkan Jokowi pada 30 Mei 2024 dan berlaku
efektif pada tanggal diundangkan.
Di beleid tersebut, landasan hukum untuk memberikan izin tambang mineral dan batu bara (minerba) kepada ormas keagamaan dimunculkan, salah satu ketentuan yang diperbarui terkait wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Sebelumnya nya usulan pemberian Wiup untuk organisasi keagamaan mendapat respon yang kurang lebih sama penolakan nya dengan berbagai argumen ilmiah serta politik yang diutarakan oleh publik. Namun setelah berbagai ormas dan lembaga pemerhati dan pegiat melakukan kajian akademik dan empirik maka ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dengan terbuka menerima aturan pemberian tersebut, apa alasan nya ? Saya kemudian mengutip dan membuka media internal NU dan Muhammadiyah dan menemukan kajian yang menurut saya sangat mendalam dan dilakukan secara komprehensif oleh Pengurus NU dan pengurus DPP Muhammadiyah.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebelumnya membuka ruang diskusi dan musyawarah terkait aspirasi sejumlah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) dari seluruh dunia mengenai konsesi tambang pada Jumat (14/6/2024), Menurut Gus Yahya selaku ketua NU cara lama dengan penggalangan donasi dan koin NU tidak bisa dijadikan sebagai kekuatan materi untuk strategi jangka panjang. Sebab, kebutuhan operasional organisasi yang cukup besar, menghidupkan banyak pondok pesantren dan lain sebagainya.
PBNU menegaskan bahwa tambang yang dimaksudkan oleh Pemerintah adalah sebagai solusi menyeluruh bukan dalam rangka kooptasi,” tegas Gus Yahya.
Ia menegaskan, PBNU memiliki kapasitas untuk melakukan pengelolaan tambang dengan beragam tantangannya seperti monopoli teknologi oleh Barat yang harus dilawan dengan liberalisasi teknologi.
Sedangkan di tubuh Muhammadiyah, mengacu pada salah satu yaitu poin yakni poin keenam risalah Konsolidasi Nasional Muhammadiyah yang digelar pada 27-28 Juli 2024 di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, disebutkan bahwa Muhammadiyah berkomitmen memperkuat dan memperluas dakwah dalam bidang ekonomi sehingga memutuskan untuk menerima izin pengelolaan tambang dari pemerintah.
Keputusan itu juga telah melalui berbagai masukan, pengkajian, serta mencermati kritik pengelolaan tambang dan pandangan dari para akademisi, pengelola tambang, maupun ahli lingkungan hidup.
Dari keputusan kedua Ormas terbesar di Indonesia tersebut dapat kita petik satu hipotesis bahwa Tambang di Indonesia memiliki sisi kotor alih-alih bermain tanah dan batu yang memiliki unsur mineral ekonomis namun fakta nya pengerukan tambang di Indonesia bukan hal yang baru saja terjadi namun keterlanjuran itu dapat kita ambil sisi positif nya yakni dengan cara melakukan pengelolaan tambang yang dilakukan dengan cara memperhatikan asas pengelolaan yang baik, memperhatikan sisi alam dan lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta menggunakan manfaat ekonomi yang tepat sasaran demi kesejahteraan rakyat.
Selain daripada alasan tersebut, saya mencoba menarik sedikit fenomena terkait pemberian WIUP atau secara spesifik saya katakan penguasaan tambang yang terjadi di wilayah timur Indonesia, masih ingatkah kita saat media nasional memberitakan bahwa 70% tambang di Indonesia dikuasai asing ? Ya, di daerah Indonesia Timur itu benar, saya tidak perlu membuktikan dan menunjukkan data tentang hal ini karna saat kita googling/browsing semua publik melek persoalan ini, namun daya publik tak sekuat uang asing, di daerah sulawesi Tenggara misalnya, kita diperlihatkan oleh hampir semua wilayah Iup atau industri smelter secara penguasaan dimiliki atau dikuasai oleh elite asing, saat mencoba
membuka data melalui website MODI ESDM kita dapat melihat struktur kepemilikan saham masih dengan pemilik pribumi, namun tetap berafiliasi dengan penguasaan elite asing.
Terkait dengan program pemerintah dalam rangka hilirisasi untuk mempercepat pembangunan nasional dan pengembangan investasi untuk mencapai stabilitas ekonomi di masa depan tetaplah menjadi alasan pembenaran yang tidak dapat kita pungkiri, namun sepertinya kebiasaan kita sebagai pemilik tanah, menjual tanah untuk makan masih terjadi turun temurun.
Nah dalam kondisi fenomena seperti ini saya sebagai salah seorang pemerhati tambang di daerah saya sendiri ingin melakukan "unegsasi"
cieeeh maaf bahasa gaul untuk saya sendiri hehehe, dimana usulan pemberian WIUP untuk Perguruan Tinggi patutlah kita dukung guna menormalisasi penguasaan oleh elite asing secara meningkat dari tahun ke tahun, bagi saya cukuplah elite asing berinvestasi dengan kemampuan ekonomi nya yang kuat di bidang hilir, dalam bentuk smelting technology yang mereka punya , sementara kita pribumi yang akan melakukan pengelolaan di bidang hulu nya, saya yakin dengan kemampuan masyarakat indonesia apalagi di kalangan perguruan tinggi dimana tempat berkumpulnya akademisi dapat berpraktek langsung dalam pengkajian dan implementasi dalam mewujudkan Green mining dan good mining practice nya sembari mengimplemetasikan pemanfaatan pendapatan ekonomi domestik dalam mengeksistensikan dunia pendidikan tinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Sekali lagi, unegsasi saya kurang lebih seperti ini, "Biarkan lah teman kita dari luar ambil hilirnya nanti kita yang mainkan hulu nya, jangan mereka mau kuasai semua, ibarat dalam film kung fu ada kekuatan Yin dan Yang yang jika digabungkan akan mendapatkan kekuatan penuh, kekuatan Yin saja tanpa Yang merupakan Kekuatan yang tidak konsisten, rapuh dan mudah hancur"
Sekian unegsasi dari saya, semoga pemerintah dapat menjalankan roda pemerintahan yang seadil-adilnya dan untuk kesejahteraan rakyat yang setingi-tingginya.
Wassalam
Oleh : Anugrah Anca
(Penulis adalah mahasiswa pasca sarjana Magister Manajemen di Sekolah Tinggi 66 Kendari)